Mahasiswa Universitas Jember Olah Limbah Sapi Jadi Pupuk Organik Sentuhan EM

Limbah kotoran ternak sering kali menjadi masalah yang harus segera bisa  diselesaikan dengan baik, termasuk yang terjadi pada usaha peternak sapi di Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Salah satu kecamatan yang menjadi sentra penghasil ternak di Jember, misalnya saja peternak sapi di Desa Babatan setiap bulannya mampu  menghasilkan limbah kotoran sapi sebanyak 1,8 ton.

Jika limbah kotoran ternak tersebut tidak ditangani dengan baik, tentu akan  menjadi bom waktu terhadap lingkungan sekitarnya. Prihatin melihat kondisi demikian, lima mahasiswa Universitas Jember menerapkan inovasi membentuk kelompok “Petinju” untuk mengurai masalah masalah tersebut.

“Petinju singkatan dari Peternak Inovatif dan Maju, sebenarnya anggotanya tidak hanya peternak di Desa Babatan, namun juga para petani di lahan basah dan lahan kering di lingkungan sekitarnya.

“Sebab kami ingin membentuk ekosistem ternak dan tani agar keberlanjutan program kelestarian lingkungan bisa terjamin,” ujar Deviana Fitria Astuti yang bersama bersama empat rekannya membuat program bertema “BES: Bed Vermicompost” dan “Earthworm Separator” sebagai inovasi pengelolaan limbah kotoran sapi pada kelompok peternak di Desa Babatan, Jember, seperti yang diulas web unej.ac.id/blog.

Penerapan inovasi di Desa Babatan dimulai sejak bulan Juni 2023. Deviana bersama Dyah Retno Anggraini, Indah Setyowati, Damaita Afriana adalah mahasiswi Program Studi Proteksi Tanaman. Sementara Raisa Wahyu Nurani adalah mahasiswi Program Studi Penyuluhan Pertanian.

Kesemuanya mahasiswi Fakultas Pertanian dibina oleh dosen, Ankardiansyah Pandu Pradana, mendampingi peternak di Desa Babatan, Kabupaten Jember untuk mengurangi dampak negatif kotaran ternak sapi menjdi pupuk organik berkat sentuhan EM4.

Caranya dengan mengubah kotoran sapi menjadi pupuk organik atau kompos dengan perantara cacing tanah berjenis Eudrilus eugeniae atau yang lebih dikenal sebagai cacing merah.

“Untuk menghasilkan 300 kilogram kompos memanfaatkan 300 kilogram kotoran sapi yang kemudian dicampur dengan 150 kilogram tanah. Setelah tercampur rata kemudian disiram dengan cairan Effective Microorganisms 4 (EM4) menjadi “bed vermicompost”.

Setelah siap, kami sebarkan cacing merah seberat 5 kilogram. Secara berkala kami memberikan pakan ampas tahu untuk cacing merah agar berkembang biak dengan baik. Setelah sebulan, maka kompos siap digunakan,” jelas Dyah Retno. Kompos bisa dijual setiap kilogramnya Rp4.000, sementara bibit cacing merah dihargai Rp40.000/kg. Sementara untuk memisahkan cacing dari kompos, mereka menggunakan alat earthworm. Alat ini mereka desain sendiri berdasarkan referensi yang ada, sementara pembuatannya dibantu mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Jember.https://linktr.ee/em4

Komentar