Mudahnya Beternak Sapi Dengan EM4

Banyak manfaat beternak sapi dengan menggunakan teknologi EM4, selain mudah merawatnya, hemat pakan, ternak tak mudah terserang penyakit,, ramah lingkungan, terpenting peternak bisa menjual ternak dengan harga mahal karena ternak memiliki bobot tubuh lebih besar. Dan yang pasti lebih mahal harganya.
 
‘’Jangankan bau, lalat saja sulit dicari,’’kata Azhari peternak sapi asal Desa Cihike Kecamatan Bangbulang Kabupaten Garut (sekitar 70 km2 dari Kota Garut dan ke arah laut Pamempeuk sekitar 40 Km2) .
 
Menurut Azhari, dirinya enjoy beternak sapi, karena masih bisa mengerjakan pekerjaan lain, seperti berkebun dan bertani .’’ Kebutuhan pupuk bokashi, bisa langsung dimanfaatkan untuk pertanian dari hasil beternak sapi ini,’’katanya.
 
Memang diakui Azhari, EM4 membuat ternak lebih sehat dan gemuk. Produksi susunya lebih meningkat (sapi perah), biaya produksi dan perawatan bisa ditekan. Dapat mengatasi masalah lingkungan (limbah tidak berbau) dan menghasilkan pupuk kandang berkualitas (bokashi).
 
Tak dipungkiri, penggunaan EM4 untuk ternak sapi lebih menguntungkan dan banyak memberikan manfaat khususnya bagi kesehatan ternak. Walhasil, dengan keunggulan menggunakan EM4, ternak Ashari menjadi percontohan bagi masyarakat sekitar yang ingin menggunakan teknologi EM4 ini. Bahkan, karena sapinya yang sehat dan gemuk, ternaknya diperlombakan ditingkat kecamatan Bangbulang Garut.
 
EM4 Peternakan merupakan kultur EM dalam medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan yang menguntungkan untuk pertumbuhan dan produksi ternak dengan cirri-ciri berbau asam manis. EM4 Peternakan mampu memperbaiki jasad renik didalam saluran pencernaan ternak sehingga kesehatan ternak akan meningkat, tidak mudah stress dan bau kotoran akan berkurang. Pemberian EM4 Peternakan pada pakan dan minum ternak, akan meningkatkan nafsu makan karena aroma asam manis yang ditimbulkan. EM4 peternakan tidak mengandung bahan kimia sehingga aman bagi ternak.
 
Memang Ashari merasakan betul manfaat setelah menggunakan EM4. menurutnya sebelum menggunakan EM4, biaya produksi cukup tinggi karena mencari pakannya setiap hari. Belum lagi biaya tenaga kerjanya. Untuk satu ekor saja kebutuhan pakan bisa mencapai 10 - 20 kg sehari. Dan pertumbuhan sapi-nyapun  lamban, biasaya 6 bulan ke atas pertumbuhannya baru bisa kelihatan.
 
Disamping itu sebelum menggunakan EM, ternak sering terkena penyakit seperti cacingan, mencret-mencret serta gatal-gatal. Karena pengaruh bau kotoran sehingga mengundang hama dan lalat untuk datang ke kandang tersebut. Namun sejak menggunakan EM-4 beternak sapi menjadi sesuatu yang menyenangkan dan tidak memakan waktu untuk pemberian pakan. Pertumbuhan sangat cepat,  3 bulan saja sapi sudah gemuk, kandang tidak berbau dan hasil produksi susunya lebih meningkat dan aroma susunya  tidak berbau amis.
 
‘’Orang-orang disini banyak yang beternak sapi dan mereka sepertinya kewalahan mengurusinya karena harus mencari pakan setiap hari dan biaya yang tinggi, sedang saya beternak sapi menjadi sesuatu yang menyenangkan, tidak membutuhkan waktu  banyak untuk mencari pakan dan biaya produksi  sangat minim sehingga saya masih bisa mengerjakan pekerjaan lain seperti bercocok tanam dan lain sebagainya. Kuncinya itu cukup dengan menggunakan teknologi Effektif Mikroorganisme (EM-4),’’kata Ashari. 
 
Buktinya apa pakan bisa irit dan tidak memakan waktu banyak? Ashari dengan enteng menjelaskan bahwa ia hanya memcari pakan sekali dalam waktu 6 bulan (semusim). Jadi satu musim panen itu, jerami-jerami sisa-sisa pertanian yang dibuang petani dikumpulkan dan difermentasi sehingga pakan tersebut awet untuk waktu lama. ‘’Asal kita punya tong-tong  yang banyak untuk tempat fermentasi untuk  stok satu tahun  bisa dan pakan yang sudah difermentasi itu semakin lama semakin harum sehingga ternakpun akan semakin suka memakannya.,’’katanya.
Sedang caranya, untuk pembuatan 1000 kg persiapkan dulu alat-alat untuk fermentasi seperti tong plastik, bak semen, kantong plastik, ember, alat cingcang (golok) dan hand spayer. Sedang  bahan-bahan yang dibutuhkan Em4 sebanyak 1 liter, Molase atau Gula Merah : 0.5 Kg, Air : 100 lt, Dedak halus : 10% dari bahan dan rumput atau jerami 1000 kg. 
 
Cara menbuatnya, larutkan cairan EM4 sebanyak 1 liter dan larutkan gula merah yang telah diencerkan ke dalam tong plastik yang berisi air 100 liter. Lalu aduk kemudian diamkan selama dua hari sampai mengeluarkan aroma nira atau wedang. Ambilah campuran bahan baku pakan (jerami, rumput)sebanyak 1000 kg yang telah dicinjang (5-10 cm) dan turunkan kadar airnya atau layukan. Taburkan dedak lalu semprotkan larutan EM4 dengan hand spayer sambil aduk-aduk sampai rata dengan kadar air 30%. Jika sudah rata masukkan bahan dalam wadah atau tempat fermentasi padatkan dengan gacok sampai betul-betul padat lalu tutup rapat jangan sampai ada udara masuk atau hampa udara selama 5 hari. Maka itu pakan bisa digunakan.
 
Dengan proses fermentasi ini biaya pakan menurut Ashari sangat irt yakni sekitar Rp. 5000 perhari dengan rincian jerami bisa dihargai 100 rupaiah perkilo, biaya pembuatan hanya 50 rupaih perhari jadi untuk pakan hanya 150 perkilo. Kalau sehari satu sapi makan 20 kilo maka biayanya 3000 rupiah. Sedang yang 1000 rupiah untuk biaya makanan penguat seperti dedak, ampas tahu dan lain-lain dan 1000 lagi untuk biaya perawatan. Maka kalau di total sekitar sekitar 5000 rupiah. ’Sedang saya menjual susu sisa konsumsi keluarga saya sehari 10 liter  x Rp. 3000/liter = Rp30.000 perhari. Kalau  dipotong biaya produksi Rp. 5000 jadi tinggal 25.000 rupiah. Dan ternyata saya juga masih mendapat ke untungan dengan memanfaatkan kotoran sapi menjadi bokashi untuk tanaman,’’jelasnya.
 
Dengan aplikasi EM4 pada ternak dengan keuntungan diatas, Ashari dapat memberikan ilmunya kepada peternak lain. ‘’Ya. Saya juga memberikan penyuluhan ke peternak lain di pesantren-pesantren bagaimana aplikasi EM4 untuk ternak ini dan masyarakat menyambut baik usaha saya ini dan bahkan mereka dapat melihat langsung ternak saya sehingga mereka benar-benar yakin akan keunggulan dari EM4 dari PT. Songgolangit Persada,”katanya bangga.*

Komentar